SURABAYA - Mohammad Nuh
kemarin (26/10) resmi lengser sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan
(Mendikbud). Mantan rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Surabaya itu berharap Menteri Budaya, Pendidikan Dasar, dan Menengah
Anies Baswedan tidak terburu-buru mengganti kurikulum 2013.
Nuh berharap kurikulum 2013
dipertahankan. "Saya nggak tahu kalau ada perubahan. Tapi, kalau
jargonnya revolusi mental, itu tidak ada bedanya dengan Kurikulum 2013
(K-13)," kata Nuh saat berkunjung sekaligus pamitan ke Redaksi Jawa Pos
kemarin (26/10).
Menurut dia, K-13 menekankan pentingnya
kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Jika yang dimaksud
revolusi mental sama dengan sikap, K-13 bisa terus diterapkan.
Nuh yakin Anies tidak memilih langkah
mundur, kembali ke kurikulum lama. "Kalau diubah, mau pakai apa" Pak
Anies juga ikut merumuskan K-13," ujar mantan rektor ITS itu.
Selain kurikulum, sistem ujian nasional
(unas) tetap diberlakukan di kementerian baru. Sebab, penyatuan
kuantitatif dan kualitatif masih mutlak dibutuhkan. Menurut Nuh,
penghapusan unas akan menghilangkan standar.
"Nggak bisa baca kemampuan antarsekolah. Dengan segala kekurangannya, unas masih penting," katanya.
Pasca-pengumuman menteri, Nuh belum
mengadakan pembicaraan khusus dengan Anies. Dia hanya menitipkan sebuah
buku berjudul Generasi Emas 2045. Buku itu berisi kumpulan hasil kerja
yang sudah dilakukan selama kepemimpinan Nuh. Dia berharap Anies
meneruskan hal yang baik dan membenahi yang buruk.
Karena itu, Nuh berpesan, masalah
mendasar yang harus dituntaskan adalah akses dan kualitas. Yakni, daerah
terpencil dan warga ekonomi terbatas bisa menikmati pendidikan.
Kemudian, meningkatkan kualitas guru, kurikulum, dan infrastruktur.
Mengenai pecahnya Kemendikbud menjadi
dua kementerian, Kementerian Budaya dan Dikdasmen serta Kementerian
Riset dan Dikti, Nuh lebih menyoroti soal nomenklatur dikdasmen. Dalam
UU Sisdiknas, jenjang pendidikan itu mulai PAUD.
"PAUD tidak disebut. Kesannya tidak
mengakomodasi anak usia dini. Tapi, itu kewenangan pemerintahan baru,"
tegasnya. Akibat penambahan tersebut, 210 ribu sekolah se-Indonesia
harus mengganti papan penanda nama kementerian.(nir/c6/tom)